Tantangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam kepengurusan baru (Periode 2013-2016) adalah menghadapi konstruksi industri penyiaran nasional hari ini, yang sebagian besar belum sadar soal informasi mendidik.
LPK Bisa Jadi Pilihan
“Kami punya keinginan merubah paradigma industri penyiaran tidak pada orientasi rating. Kalau baca UU Penyiaran, tujuan lembaga penyiaran yang pertama adalah integrasi nasional, kemudian membentuk watak bangsa yang beretika dan beragama, dan seterusnya. Sedang fungsi pertumbuhan ekonomi di urutan akhir. Tapi yang terjadi sekarang sebaliknya,” ungkap Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam Workshop Radio dan TV Komunitas, Avara Lounge & Function Hall, Rasuna Epicentrum, Jakarta (9/12/13).
Maka, lanjutnya, peran masyarakat di sini juga sangat penting dalam mendukung upaya KPI tersebut. “Katanya, mereka (insan pertelevisian swasta) berbuat seperti itu karena rating ditentukan pola menonton masyarakat. Jadi, kalau masyarakat masih senang dengan tayangan-tayangan yang melempar tepung, sensualitas dan kekerasan, rating itu akan menampilkan bahwa itulah yang disukai masyarakat,” imbuhnya
“Kami punya keinginan merubah paradigma industri penyiaran tidak pada orientasi rating. Kalau baca UU Penyiaran, tujuan lembaga penyiaran yang pertama adalah integrasi nasional, kemudian membentuk watak bangsa yang beretika dan beragama, dan seterusnya. Sedang fungsi pertumbuhan ekonomi di urutan akhir. Tapi yang terjadi sekarang sebaliknya,” ungkap Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam Workshop Radio dan TV Komunitas, Avara Lounge & Function Hall, Rasuna Epicentrum, Jakarta (9/12/13).
Maka, lanjutnya, peran masyarakat di sini juga sangat penting dalam mendukung upaya KPI tersebut. “Katanya, mereka (insan pertelevisian swasta) berbuat seperti itu karena rating ditentukan pola menonton masyarakat. Jadi, kalau masyarakat masih senang dengan tayangan-tayangan yang melempar tepung, sensualitas dan kekerasan, rating itu akan menampilkan bahwa itulah yang disukai masyarakat,” imbuhnya
Ketika masyarakat menyukai dan ratingnya tinggi, serentak
semua stasiun TV berlomba bikin tayangan serupa. Lebih lanjut Judha, sapaan
akrabnya, memaparkan, rating selalu menjadikan masyarakat sebagai objek.
“Sekarang saatnya kita balik. Masyarakat jangan mau jadi
objek rating. Itu yang paling penting. Selama ini mereka mengatakan, acara ini
banyak disukai masyarakat. Walau kita bertanya masyarakat yang mana? Karena people
meter mereka tidak transparan. Kami bahkan dalam revisi UU Penyiaran mengusulkan,
lembaga rating harus diaudit. Kalau tidak, mereka bisa seperti dewa yang menentukan. Ketika sebuah goyangan dikatakan ber-rating tinggi, stasiun-stasiun TV lain berlomba-lomba
bikin goyangan lain. Apakah memang masyarakat suka seperti itu? Saya pikir tidak,”
tandas dosen Universitas Hasanuddin, Makassar, ini.
Menurut Tenaga Ahli Balitbang SDM Kementerian Komunikasi
dan Informatika (Kemenkominfo) RI, James Pardede, Lembaga Penyiaran
Komunitas (LPK) bisa dikembangkan, sehingga menjadi pilihan penyedia tayangan berkualitas
di tengah realita penyiaran kita hari ini. Karena itu, James melanjutkan, kebijakan
Kemenkominfo salahsatunya adalah mengembangkan kelompok-kelompok informasi masyarakat,
yang di era orde baru dinamakan Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa (Kelompencapir).
“Sebenarnya, ini konsep long life education, bagaimana
bisa disosialisasikan melalui kelompok-kelompok informasi. Tentu yang dibangun Kemenkominfo,
termasuk bersama kelompok-kelompok agama dan tokoh-tokoh masyarakat, Kalau soal
neraka dan surga itu urusan para pendeta dan ustadz. Tapi tidak cukup hanya itu.
Kita harus bergandengtangan mengedukasi masyarakat. Bagaimana menyiapkan
konten-konten yang lebih edukatif sehingga bangsa ini bisa kita selamatkan,”
jelasnya.
Dalam konteks menyiapkan konten-konten yang edukatif dan tetap
bermuatan hiburan, James mengharapkan, para generasi muda yang mengembangkan
diri dalam bidang broadcasting, khususnya
di LPK, untuk pandai-pandai memadukan unsur kreatif dan permintaan pasar dengan
tetap mematuhi aturan. “Kita boleh berkreatif tapi kalau menganggu orang tiada guna,” pungkasnya.
Workshop sesi I ini juga menampilkan pembicara, Mantan
Direktur Teknik Televisi Republik Indonesia, Erina Tobing yang membawakan
materi Perkembangan Teknologi Radio dan Televisi Digital. Adapun sesi II menampilkan Ketua Umum Ikatan Jurnalis
Televisi Indonesia, Yadi Hendriana dan CEO Mahaka Radio, Adrian Syarkawi. Kegiatan
yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI
Jakarta ini dibuka secara resmi oleh
Ketua KPID DKI Jakarta, Hamdani Masil, dan diikuti peserta dari Universitas,
LPK, Organisasi Masyarakat dan Sekolah.
Posting Komentar untuk "Jangan Mau Jadi Objek Rating!"