Selain berupa ketikan, arsip juga termasuk
tulisan tangan. Naskah pernyataan berhenti Suharto menjadi Presiden RI diketik, dan
di balik kertas dibubuhkan tulisan tangan serta paraf Beliau yang
menjelaskan siapa penggantinya.
Berhadapan dengan Protokoler
“Pernyataan
berhenti Pak Harto diketik dan disusun Pak Yusril. Di sana tidak menjelaskan siapa
pengganti Beliau. Ditulislah di belakang kertas, tulisan tangan Pak Harto diparaf.
Dikatakan yang melanjutkan presiden adalah Pak Habibie,” ungkapnya.
Dalam isi
naskah tersebut, lanjut Andi, Pak Harto tidak menyatakan mengundurkan diri seperti
yang kebanyakan dikutip media nasional dan diketahui masyarakat, tapi menyatakan berhenti menjadi Presiden RI.
“Presiden
Suharto tidak pernah mengundurkan diri. Orang mengundurkan diri tidak enak, tidak
bagus. Menyatakan berhenti. Beda. Yang dipahami orang, sering ditulis di koran:
Presiden mengundurkan diri. Dalam arsipnya, Pak Harto menyatakan berhenti jadi
presiden,” imbuhnya.
Usai dibacakan
Pak Harto, naskah tersebut dilipat dan dimasukkan dalam saku. Saat itu ketua Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sigap langsung meminta naskah otentik tersebut meski harus berhadapan dengan
protokoler istana.
“Setelah
dibaca Presiden, dilipat dan dimasukkan ke sakunya. Ini yang diambil Kepala Arsip
Nasional waktu itu, Dr. Mukhlis Paeni. Itupun dalam tanda kutip berantem dengan
pihak istana. Kata beliau; saya kepala ANRI,
saya wajib menyelamatkan arsip ini, jangan sampai hilang. Akhirnya diberikanlah,”
tuturnya.
“Karena kalau ini hilang, jadi masalah. Supersemar waktu pergantian kepemimpinan sampai sekarang tidak ditemukan aslinya. Walau itu perintah pengadilan tapi Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) tidak akan memberikan aslinya. Diberikan salinan otentik dan sahlah Habibie jadi Presiden,” pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar