Bangsa Indonesia yang sudah 72 tahun menikmati kemerdekaan ini telah bersepakat untuk satu dalam keberagaman, dengan berbagai suku dan
agama, saling menghormati, dan saling menghargai satu sama lain.
Integral Bukan Unitarisme
Demikian tegas Ketua MPR RI, Zulkfili Hasan saat meresmikan Seminar Nasional "Mosi Integral M. Natsir, Upaya Pemersatu Bangsa" di Gedung Merdeka, Bandung (5/8/17).
Karena
itu, lewat seminar ini Zulkifli kembali mengajak kita melanjutkan perjuangan, mengisi
kemerdekaan dengan bersama mengembangkan generasi yang kreatif, inovatif dan
berdikari.
“Karena
itu, mari hentikan silang sengketa, saling menfitnah, saling menyakiti sebagai sesama
anak negeri. Kata anak muda, kita move on.
Kita menyiapkan anak-anak muda kita, generasi bangsa Indonesia, generasi yang
punya ilmu, memiliki nilai-nilai, produktivitas, daya saing, sehingga kreatif,
inovatif dan berdikari,” jelasnya.
Pengurus
Muhammadiyah Jawa Barat Sanusi Uwes menyampaikan, pembentukan BFO (Bijeenkomst
voor Federal Overleg) oleh Belanda pasca Perjanjian Renville (1948) berujung pada Daerah-daerah yang melepaskan diri dari Negara Bagiannya. Setelah penandatanganan Konferensi Meja Bundar (KMB/ 1949), kita terus dipaksa menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagaimana dituntut dalam Perjanjian Linggarjati (1947).
“Di Jawa Barat, dengan adanya BFO, Sukabumi termasuk
pelopor keluar dari Negara Pasundan. Malang pelopori keluar dari Negara Jawa Timur.
Banyak bagian yang sengaja keluar dari Negara-negara bagiannya. Di Konferensi Meja Bundar, Indonesia dituntut untuk RIS
sebagaimana tuntutan pertama waktu Perjanjian Linggarjati” tuturnya.
Hal
ini mendorong Mohammad Natsir berpikir keras berupaya mempersatukan hingga muncul dengan
gagasan Mosi Integral. Istilah Integral berbeda dengan unitarisme yang diinginkan Belanda dalam RIS.
“Itulah
yang mendorong Bapak Mohammad Natsir berpikir lebih keras sesudah KMB, yang
menjadikan mosinya integral. Integral berbeda dengan unitarisme. Yang dianggap RIS, Negara-negara Bagian masuk ke Negara Republik Indonesia, yang waktu itu disebutkan
malah Negara Yoyakarta, sebab ibukotanya di Yogyakarta,” jelasnya.
Sehingga berat
bagi Negara-negara Bagian ini untuk masuk ke Negara Republik Indonesia di
Yogyakarta karena menganggap Yogyakarta setara dengan Negara-negara Bagian itu.
“Tentu saja Negara-negara Bagian ini berat kalau masuk
ke Negara Republik Indonesia di Yogyakarta. Sebab mereka menganggap itu mempunyai
derajat sama antara Negara Yogyakarta, Pasundan, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
seterusnya,” imbuhnya.
Maka Pak
Natsir berkeliling ke seluruh daerah memperjuangkan Mosi Integral sebagai
upaya pemersatu bangsa.
“Inilah
yang menjadikan Pak Natsir sering sekali pergi ke daerah. Dengan integral, tidak
ada antara Negara-negara itu masuk ke Republik Indonesia. Tapi semua negara
melebur menjadi satu kesatuan yang integral bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia,”
pungkasnya.
Hadir juga sebagai pembicara, antara lain; Dadan Wildan dari Persatuan
Islam, Mohammad Siddik dari DDII, Usep Fathuddien dari Mathlaul Anwar, dan
Putra M. Natsir, Achmad Fauzie Natsir, bersama moderator Teuku Abdullah Sanny
dari Dewan Pakar Pusat Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia.
Komentar
Posting Komentar