Featured Post

Durasi Baca Generasi Z Makin Pendek

president of indonesia joko widodo

Toleransi durasi baca Generasi Z makin pendek. Demikian sebut Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Mereka cenderung tahan membaca hanya di beberapa menit pertama. Kalau kalimat pembuka tidak menarik, langsung di-skip.  


Revolusi Digital

“Dalam 3 menit pertama tulisan tidak menarik, langsung tidak mau membaca sisanya. Judul tidak menarik, langsung dilewati. Buku yang susah dicari, mereka juga tidak mau baca,” ungkapnya saat Peresmian Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional RI, Medan Merdeka Selatan, Jakarta 14 September 2017.

Generasi Z adalah anak-anak yang lahir di tengah 1990-an hingga medio 2000. Presiden menyasar mereka karena merekalah masa depan Perpusnas.  

“Masa depan Perpusnas artinya bagaimana meningkatkan minat baca anak kita. Generasi Z punya pola pikir dan perilaku jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih senang baca di smartphone,” tuturnya.
   
Maka, Presiden berharap Perpusnas memiliki kecepatan sistem dalam melayani mereka yang ingin serba cepat.

“Kecepatan sistem melayani jadi hal yang sangat penting. Karena generasi sekarang mau apa-apa tinggal klik. Saya kira yang hadir di sini juga sama,” imbuhnya.

Kita pesan makan, mau berbelanja, tinggal klik. Begitu pula saat membaca buku di era terobosan digital ini. Di era klik, revolusi digital solusinya. Wabilkhusus di bidang perbukuan. 

“Semua berkembang dengan cara yang tidak diduga. Inovasi cepat sekali. Kalau kita tidak ikut berubah, tidak cepat melakukan revolusi digital, ya ditinggal,” tandas Presiden Jokowi.

presiden of indonesia joko widodo


Tes Perpusnas

Presiden juga mengingatkan, agar Perpusnas tidak lantas puas usai peresmian. Tapi langsung berbenah dan melengkapi.

“Perpusnas jangan cepat puas dengan peresmian ini. Karena perkembangan disruptive inovation itu tiap jam, menit, detik. Perhatikan dan pelajari bagaimana orang mengonsumsi buku. Lalu sesuaikan layanan dengan tren yang ada,” sarannya.

Layanan Perpusnas termasuk e-resources, e-book, dan e-journal. Presiden tegaskan lagi komitmen tersebut.   

“Saya mau tes. Benar tidak sudah full digital? Atau baru namanya saja elektronik. Nanti diam-diam saya suruh orang coba layanan Perpusnas baru ini. Akan saya cek. Saya tes dengan cara saya,” sebutnya.  

Sebagai pribadi yang lahir di era generasi x, jelas saya bersyukur akan pencapaian yang dialami Perpusnas, dengan gedung terbaru berfasilitas modern dan sebagaianya. Tentu kawan-kawan seumuran saya juga merasakan antusiasme yang sama. siapa yang mengira kiat bisa menikmat suasana perpustakaan seperti di perkantoran atau tempat hang out terkini yakni co-working space. Kebersyukuran ini yang membuat sebagian besar generasi kolonial pengguna perpustakaan nasional memiliki sense of belonging yang berbeda dibanding generasi milenial yang langsung bisa merasakan kemajuan tersebut. 


Maka, adalah tugas kita salah satunya memberi pencerahan kepada generasi Z dan Y tentang bagaimana perjalanan berbenah perpusnas sejak awal hingga kini.  Dengan begitu mereka akan lebih menghargai dan memanfaatkan fasilitas dengan sebaiknya. Kita berharap rasa kepemilikan mereka akan perpusnas bisa setidaknya mendekati dengan sense of belonging kita yang berupaya merawat sebaiknta anugerah yang sudah diberikan kepada kita.
               
Memiliki 24 lantai ditambah basement membuat Perpusnas menjadi Perpustakaan Nasional tertinggi di dunia. Perpusnas memiliki tinggi 126,3 meter, mengalahkan perpustakaan di Shanghai, China, yang sebelumnya disebut tertinggi karena memiliki tinggi 106 meter. Tidak sebatas bangunan fisik, Perpusnas juga mempunyai keunggulan dari aspek kelengkapan koleksinya. Perpusnas merespon kebutuhan pemustaka akan teknologi digital dengan  fasilitas penunjang yang lebih modern. Perpusnas juga meneydiakan fasilitas untuk lansia dan penyandang disabilitas. Perpusnas jelas benar-benar melaksanakan amanat UNESCO yang mengatakan perpustakaan sebagai benteng terakhir demokrasi.

Hadir menteri kabinet kerja mendampingi Presiden meresmikan perpustakaan berbiaya lebih dari Rp 500 miliar itu. Tampak Mendikbud Muhadjir Effendy, Mendikti M. Nasir, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saeful Hidayat, dan Kepala Perpusnas M. Syarif Bando.  

Komentar

Artikel Populer