Hanya dimiliki Pribadi
Yang kini disebut dokumentasi bahasa
adalah kumpulan materi rekaman digital sebagai data primer dari salahsatu
bahasa yang dilakukan secara terus menerus dan multi guna sehingga menjadi
sumber pengetahuan bahasa dan kebudayaan.
Dokumentasi bahasa secara digital sangat penting karena ia bersifat tahan lama. Sehingga tidak menghabiskan banyak biaya dan meminimalisir risiko. Kalau terjadi bencana alam misalnya, di mana tempat penyimpan dokumentasi fisik terkena dampaknya, dokumentasi digital masih tersimpan aman di awan.
Jangankan bicara dokumentasi bahasa dalam konteks digital, ternyata pendokumentasian bahasa di Indonesia belum ada. Beda hal dengan pemetaan bahasa yang sudah dikerjakan sejak puluhan tahun lalu. Peneliti dari LIPI Obing Katubi mengungkapkan.
“Dokumentasi bahasa menjadi penting kita miliki karena Indonesia memang belum memilikinya. Kalau pemetaan bahasa sudah berpuluh-puluh tahun. Dokumentasi bahasa belum sama sekali,” imbuhnya dalam Seminar Hasil Konservasi Bahasa dan Sastra, Aula Sasadu, Badan Bahasa, Rawamangun, Jakarta, (16/11/17).
Dokumentasi bahasa secara digital menjadi sangat relevan. Apalagi ketika kita mendapati kenyataan bahwa sebagian besar hasil dokumentasi bahasa hanya dimiliki pribadi termasuk oleh warga setempat sehingga sulit diakses.
“Kenapa dokumentasi bahasa secara digital itu dimunculkan? Karena dokumentasi bahasa tradisional yang ada sekarang hampir 90 persen dipegang pribadi atau individu yang tidak bisa diakses orang lain. Kalau pun minta, belum tentu dikasih. Enak saja minta, gue aja capek mendokumentasikannya,” Obing ilustrasikan.
Maka pendokumentasian secara digital diperlukan agar mudah diakses publik dalam berbagai jenis pilihan berkas mulai dari audio video hingga e-book.
“Kalau kita punya pusat dokumentasi bahasa secara digital, etikanya semua orang bisa mengakses. Kids zaman now tidak mau susah. Mereka ingin klik di internet, terhubung ke pusat, dan bisa langsung memilih,” jelasnya.
Adapun dokumentasi digital yang terekam masih mentah dan berukuran besar. Maka yang dilakukan selanjutnya adalah pengolahan dalam variasi bentuk dan ukuran. Untuk lebih memudahkan pemahaman, hasil olahan masih harus dilengkapi metadata, transkripsi dan anotasi.
Metadata dan Transkripsi
“Untuk orang yang belum memahami bahasa (yang didokumentasikan) itu. Ada namanya meta data dan anotasi. Metadata adalah hal ikhwal informasi berkaitan dengan rekaman itu. Siapa yang bicara, umur berapa, kapan dan di mana diambil, “ sebutnya.
Transkripsi dan anotasi adalah pengolahan lebih lanjut dari audio video menjadi teks, terjemahan, dan pemberian catatan-catatan penjelasan.
”Rekaman tidak akan bermakna apa-apa kalau tidak ada transkripsi, terjemahan, dan bermacam catatan lainnya. Memang pekerjaan yang panjang. Tidak bisa satu minggu tiba-tiba kita bisa memiliki dokumentasi bahasa sebanyak itu,” urainya.
Kalau dokumentasi bahasa yang sudah termetadata dan tertranskripsi sedemikian rupa, barulah ia memiliki manfaat multiguna bagi berbagai profesi dan lintas lembaga. Tidak hanya bagi yang berkecimpung di dunia linguistik saja. Bahkan lewat akses dokumentasi bahasa, masyarakat setempat terutama generasi muda bisa lebih menelusur akar budayanya sendiri.
Supaya bisa diakses secara luas, data digital diarsipkan di suatu tempat. Biasanya di perpustakaan suatu universitas. Obing menyebut salahsatu kampus yang memiliki pustaka digital lengkap terutama di bidang bahasa yaitu School of Oriental and African Studies (SOAS) di London Inggris.
“Agar bisa diakses publik, diarsipkan di suatu tempat. Biasanya lembaga. Di dunia yang paling terkenal ada di SOAS, London. Teman-teman bisa mengakses bahasa apapun di sana dan gratis. Saya berharap suatu saat Pusat Bahasa bisa memiliki. Sehingga saya bisa berbangga memperkenalkan di luar negeri,” pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar