Perusahaan rintisan (startup) yang menjalankan
bisnis berbasis teknologi finansial (fintech) dianggap lebih modern, cepat, dan
menjawab kebutuhan zaman. Ia menyediakan fitur-fitur kemudahan bagi user atau nasabah. Sedangkan Bank dianggap konservatif, wabil khusus dalam aspek
digitalisasi. Benarkah? Mari temukan jawabnya dari Country Head of Digital
Bank of UOB Yudono Chayadi dalam "Fintech
Debate: Can Fintech Replace Bank?", Block 71 Jakarta, HR Rasuna Said, Jakarta (26/3/18).
Konservatif Untuk Kredit
Untuk beberapa aspek, Perbankan memang konservatif. Namun dalam banyak hal, Bank juga progresif
dan menjalankan langkah yang sama seperti startup
dengan teknologi finansial (tekfin).
“Kami konservatif
dalam hal pemberian kredit. Karena itu menyangkut banyak aspek. Impact-nya juga banyak. Tapi dalam
banyak hal kita juga progresif,” akunya.
Yudono
menyontohkan, jika dikatakan startup menggunakan
Application Programming Interface (API).
Perbankan lebih dulu menerapkannya. Hanya saja namanya application integration.
“Host to host. In a way, its an API. Menggunakan web service untuk kode messanging-nya.
Sekarang saja pada (bilang), ‘kita pakai JSON’.
So what?,” tandasnya.
JSON
(Jason); JavaScript Object Notation atau notasi objek JavaScript, adalah suatu
format ringkas pertukaran data komputer. Json menjadi tren, lanjut Yudono,
karena sekarang modelnya sharing. Kalau
dulu perlu izin karena sifatnya hak milik (proprierty).
Yudono
sebut satu contoh lagi. Ada startup tampil
dengan jargon design thinking. Itu pun bukan suatu hal yang baru.
“Anda
jargon, kita startup pakai design
thinking. Memang design thinking
punya startup? Kita juga pakai,” ujarnya.
Bagus Ada Kompetisi
Yudono
menuturkan, perbankan memang perlu berevolusi mengimbangi lesatan zaman. Apalagi
dengan perubahan perilaku konsumen hari
ini. Pelanggan ingin semua serba cepat dan mudah.
Aspek kecepatan adalah kunci. Untuk hal
ini, bank dan tekfin punya satu tarikan
nafas.
“Spirit-nya kita endorse dan appreciate. Yang sedikit beda adalah, kalau fintech
atau start up itu kerjain dulu, mikir belakangan. Yang penting
rilis dulu,” bebernya.
Sedangkan
dalam perbankan tidak demikian. Untuk meluncurkan satu produk atau layanan, perlu tahapan panjang yang harus dilalui. Salahsatunya menyangkut peraturan.
Yudono
juga memuji penerapan tekfin yang berpadu
dengan use case. Teknologi yang
sinkron dengan realitas di masyarakat. Maka lahirlah pembiayaan
atau peminjaman berbentuk arisan. Arisan adalah kultur yang sudah lama melekat
di tanah air.
Jadi menurut
Yudono, perbankan melihat kehadiran fintech
bukan sebagai ancaman yang akan mengganti peran bank. Tapi justru menciptakan persaingan sehat. Kompetisi membuat satu sama lain senantiasa meningkatkan kualitasnya
“Kalau
someday fintech mau ambil lisensi jadi
bank, bukan me-replace bank. Tapi menambah kompetisi dalam ekosistem bank. Kalau
ada kompetisi, berarti perlu training.
Ada kesempatan training. It’s good for everybody,” pungkasnya.
Hadir
juga narasumber Head of Finance P2P (Purchase-to-Pay) PT HM Sampoerna Tbk
Dianawati, dan Head of Financial Service of KUDO, Fahmi Pandu Adhyatmaka. Tampil sebagai moderator Enricko Lukman (COO Content Collision).
Komentar
Posting Komentar