Macgyver lumpuhkan penjahat hanya lewat rakitan alat yang ditemui di sekitar. Dalam versi remake, di satu episode, cowok panjang akal ini bilang ayahnya yang mengajarkan dia science (sains) sejak
kecil.
Experiential Learning
Co Founder Ilmuwan Muda Indonesia (IMI) Kartika Oktorina membawa keseruan sains untuk anak di BukaTalks by BukaLapak: “Pendidikan Untuk Semua”, Plaza City View, Jakarta (2/5/18).
Menurut Kartika, sains penting karena dari situ logika dibangun. Ketimbang menghafal rumus, anak-anak lebih efektif diajak mengalami sendiri proses ilmu pengetahuan lewat praktek. Penguasaan konten penting, tapi ia hanya
bagian kecil dari keseluruhan tujuan sains.
Jadi sebelum mempelajari rumus dan menghitung, yang diajarkan
pertama adalah memahami apa itu sains. Ada nilai yang harus diperoleh dari
pendidikannya. Terdapat rangkaian analisis berpikir yang dilatih.
“Anak belajar sains untuk melatih sikap dan keterampilan. Kritis, bertanya,
berpikir logis, mampu melakukan verifikasi. Termasuk sadar ketika melakukan
sesuatu, ada konsekuensi," tandasnya.
Kita memahami dengan ikut terlibat dalam proses pembelajaran. Dari situ tahapan pendewasaan mulai terbentuk.
inilah metode experiential learning yang diadopsi IMI. Anak-anak
memaknai dan mengalami hal tak terlupakan dalam pembelajarannya. Bahwa belajar
tidak hanya di dalam tapi juga di luar kelas.
Tempat Cuci Otak
Menurut penelitian, planetarium jadi ajang jatuh cinta pertama anak
terhadap sains. Maka sejak 2015 IMI hadir dengan Mobile Planetarium,
yaitu studio portabel simulasi bintang dan benda langit yang berkeliling ke
pelosok negeri. Program ini dijalankan bukan tanpa sebab. IMI mendapati,
ternyata jumlah studio planetarium masih kurang untuk populasi anak Indonesia
yang tersebar di 34 provinsi.
Kartika sebutkan, hanya ada 5 planetarium di Indonesia. Yakni dua di Jakarta
dan masing masing satu di Surabaya, Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. Menurut
data BPS tahun 2016, ada 20 juta lebih anak Indonesia dengan tingkat SD.
Jadi planetarium portabel membuka peluang bagi anak daerah yang belum
pernah mengunjungi studio simulasi benda-benda langit. Hingga saat ini, IMI
sudah mengunjungi 20 kota, memboyong bintang dan planet dari satu sekolah ke
sekolah lainnya. Bertemu anak dari berbagai latar belakang budaya.
Terselip cerita menarik saat kunjungan ke satu kota besar di Pulau
Sumatera. Kartika menuturkan, ia bertemu seorang anak yang dilarang masuk
planetarum oleh orangtuanya. sedangkan 700 temannya diperbolehan. ketika
ditanya alasannya, ia tidak diperbolehkan masuk karena planetarium dianggap
tempat cuci otak.
"Kita tidak bisa menyalahkan orangtuanya. Karena mereka pun belum pernah
masuk ke planetarium. Tidak ada planetarium di kota yang kami tuju,"
sebutnya.
IMI juga menyediakan laboratorum berpindah dengan 100 eksperimen berbahan
sederhana sehari-hari yang bisa dicoba seluruh anak..
“Kami ingin membuat mereka mau belajar, mencoba, tanpa harus takut merusak
peralatannya,” ujar Kartika.
Dengan mengalami sendiri, melakukan percobaan di lab, anak merasa berhasil memenangkan sains.
Lewat fasilitas-fasiltas ini, anak mendapati belajar sains itu
menyenangkan. Dengan membekali lengkap sejak dini generasi penerus
bangsa, masa depan Indonesia makin tampak cerah dituju.
Hadir juga sebagai narasumber Director of True Creeative Aid Achmad Ferzal,
dan Founder Clevio Coder Camp Aranggi Soemardjan.
Komentar
Posting Komentar