Banyak faktor pengaruhi rasa makanan. Mulai dari bahan baku hingga pemilihan alat masak. Termasuk cobek dan ulekan. Ya, ternyata pemilihan jenis cobek juga turut memengaruhi rasa.
Dari Magelang Untuk Hongkong
Demikian ungkap Brand Director Kaum, Lisa Virgiano dalam Talkshow Let’s Go Local!, Menara By Kibar, Raden Saleh, Jakarta 7 Oktober 2018. Lisa bercerita
soal pengalamannya menggelar workshop mengulek sambal bersama warga Hongkong dan media internasional. Lokalatih berlangsung meriah dan mengundang perhatian media
sosial di Hongkong.
Selama ini mereka hanya tahu sambal Indonesia adalah cabe merah
diulek dengan bawang dikasih garam. Padahal ada banyak jenis sambal di
nusantara. Salahsatunya sambal tempoyak yang terbuat dari fermentasi durian.
Selain
memiliki beraneka ragam sambal, kuliner kita juga khas dengan peralatan masak
tradisionalnya, termasuk cobek dan ulekan. Dalam acara tersebut, Lisa
membawa sendiri cobek dan ulekan berbahan macam-macam batu itu dari Jakarta ke Hongkong.
Cobek dan ulekan dia datangkan khusus dari perajin cobek dan ulekan di Muntilan Magelang yang mewanti-wanti supaya ulekan
jangan sampai pecah. Kerapkali Lisa lebih memperhatikan cobek dan ulekan bawaannya ketimbang bagasi pesawat.
“Saya hand carry ulekan batu karena saya tidak
percaya handling. Saya bawa dari Magelang.
Ada dari batu kali, batu gunung, batu oplosan, dan yang dari semen,” tuturnya.
Siapa nyana
ternyata cobek dapat memperkaya cita rasa. Menurut Lisa, ada dua faktor mengapa cobek bisa pengaruhi rasa yakni material cobek dan tekanan ketika melumatkan cabai atau rempah.
Ketika
mengulek, cobek yang memiliki pori-pori halus dan yang kasar akan menghasilkan
tekanan berbeda, terlepas dari faktor tekanan tangan kita. Sehingga ada yang bisa
membuat bahan makanan yang diulek cepat halus atau bisa juga lama halusnya.
Cara mengulek
pun bermacam-macam dan menghasilkan rasa yang bervariasi. Ada yang mengulek dengan
pola memutar dan menumbuk. Teknik terakhir biasa kita temukan
di tanah Batak atau daerah Jawa. Namun Lisa sebutkan, semua kembali lagi ke penguleknya yang punya gaya masing-masing. Tidak ada aturan baku.
"Kembali lagi ke penguleknya, karena mereka punya gaya sendiri-sendiri, dan tekanan tidak bisa distandarkan. Jangan terlalu dipikirin, jangan masukin dalam mimpi, yang penting praktek terus," seloroh Lisa.
Jangan Asal Pilih Cobek
Kemudian
yang paling penting, lanjut Lisa, adalah kecermatan kita mengenali dan mebedakan kualitas cobek dan ulekan yang asli. Banyak orang tertipu memilih cobek batu
padahal terbuat dari cetakan semen.
“Mereka
bisa bikin seolah seperti batu, dibikin berat tapi sebenarnya dari semen. Pengaruh
tidak hanya rasa tapi juga kesehatan, karena nanti partikel-partikel semen akan
tergerus dalam bahan makanan,” tandasnya.
Melansir kompas.com , tips memilih cobek bermutu baik menurut Lisa
adalah warnanya bukan hitam, melainkan abu-abu seperti warna alami batu. Jika
mendapati cobek berwarna hitam, patut diragukan keasliannya. Karena besar
kemungkinan warna hitam didapat dari cat. Koki restoran KAUM, Rachmad
Hidayat menambahkan, kalau beli cobek, bisa dites kualitas dengan menggesek
cobek pakai benda keras. Jika ada garis warna putih, berarti itu dicat.
Lisa terkesan idealis bawa sendiri cobek dan ulekan dari daerah asal pembuatnya, karena dia ingin memberikan penghargaan kepada warisan budaya kuliner negeri
sendiri. Lambat laun bisa saja teknologi akan menggiling cobek dan ulekan serta menggerus industri rumahan produsen cobek dan ulekan.
Itu baru
dari cobek, belum dari bahan baku makanan. Perlukah anak milenial mengenal gembili, gembolo, kimpul, suweg, ganyong, atau garut? Kalau bukan kita yang memperhatikan potensi lokal, siapa lagi? Kalau tidak
sekarang, kapan lagi?
“Kalau
kita perhatikan mendetil dengan daya kritis kuat, kita bisa menggali banyak sekali unsur yang
akhirnya bisa berikan reward ekonomi
untuk warga lokal,” pungkas Lisa.
Temuwicara
juga menghadirkan Founder of Cameo Productions and Cameo Project, Martin
Anugrah, Manajer Perjalanan dan Eksplorasi Spektakel.id Suryo Sumarahadi, dan Head of Business Development Region Grab Indonesia, Igel Zibriel, bersama Vice deputy hubungan internasional ICCN Felencia
Hutabarat sebagai moderator.
Talkshow
digelar dalam rangka sosialisasi Festival Pesona Lokal. Festival Pesona Lokal
adalah program CSR bersama Adira Finance, Kementerian Pariwisata (Pesona
Indonesia) dan iNews yang didukung Adira Insurance. Festival bertujuan untuk mempromosikan potensi budaya,
pariwisata dan kearifan lokal suatu daerah.
Festival diselenggarakan dalam rangka HUT Adira Finance yang ke-28 Tahun. Kegiatan
Festival Pesona Lokal diadakan di Bandung, Solo Raya, Bali, Makassar, Medan,
Pontianak, Malang, Palembang, dan Jakarta mulai dari September hingga November
2018.
Komentar
Posting Komentar