Featured Post

Trengginas Perpusnas Kini Rakornas

national library
Kaligrafi mancanegara: Mesir, Cina, Byblos, Akkadia, Suriah, Spanyol, dan Italia

Ada dua fasilitas umum yang selalu ramah membentang pintu bagi pengangguran: masjid dan perpustakaan. Di tahun-tahun kelabu mencari kerja, tempat yang kerap saya singgahi salahsatunya Perpustakaan Nasional Salemba Jakarta Pusat. 

Dana Alokasi Khusus

Sunyi suasananya melindungi kita dari hiruk pikuk ibukota. Saya bisa segera tenggelam dari halaman ke halaman buku. Atau sekadar numpang terlelap di tengah cerita, hingga petang menjelang lalu bersiap pulang.

Perpustakaan merupakan pusat layanan informasi yang tersedia di koleksinya. Biasanya orang datang untuk keperluan menunaikan tugas tertulis. Jelas bukan momen rekreasi. Lebih cepat selesai lebih baik. Siapa juga yang mau berlama-lama di dalam sana? Kalau bukan kutu buku dan orang seperti saya yang numpang istirahat melepas penat dari wara-wiri cari kerja. 

Interaksi yang terjalin antara pustakawan dan pengunjung paling seputar bahan bacaan. Obrolan yang terjadi antara pencari referensi dan operator mesin fotokopi paling soal jumlah halaman yang disalin, dan rupiah yang harus ditebus.

Kalau saya masuk ke kantor komersial, pihak keamanan sudah mengunci target, terutama untuk yang datang menenteng map. Ini pasti mau melamar kerja. Sini, titipkan saja di meja satpam. You may leave. Saya pun berlalu sambil berharap... sekali lagi.

Tapi tidak selalu demikian di perpustakaan. Tidak ada yang repot bertanya lebih lanjut dari mana mau apa. Karena asumsinya yang datang adalah penggemar baca atau mencari referensi tugas sekolah, kuliah dan kerja. Saya berbaur dengan mereka. Saya bisa keliling perpus dengan bebas. Tak ada yang mengenali, kecuali mereka dari Bekasi. Kemungkinan kita sering satu kereta dari stasiun Senen menuju Wisma Asri.

Di sekeliling ruang baca, semua tekun dan suasana begitu hening. Sampai-sampai bila jarum jatuh pun kan terdengar.  Kalau ada sedikit saja yang mengusik kedamaian, sontak semua menoleh ke sumber suara. Kau akan jadi pusat perhatian sebagai pengganggu kondusifnya suasana. Karena di perpustakaan, gawai tercanggih adalah buku dan kita menunduk.    

Pendek kata, di perpustakaan, semua sibuk sendiri hingga minim interaksi. Langsung duduk asyik membaca begitu buku sudah didapa lalu kembalikan. Seputar itu-itu saja kegiatannya. Namun zaman berubah dan era beralih. Perpustakaan Nasional pun berbenah dan memiliki gedung baru nan megah. Diresmikan pada 14 September 2017 oleh Presiden Joko Widodo, Perpusnas bertransformasi menjawab kebutuhan terkini wabil khusus untuk kaum milenial. 

Tidak tanggung-tanggung, gedung yang memiliki 24 lantai plus 3 basement ini diklaim sebagai perpustakaan tertinggi di dunia. Perpustakaan yang berlokasi di Medan Merdeka Selatan ini tampil modern,  diperkuat infrastruktur digital, dan iya, instagramable.


perpustakaan nasional Indonesia
berfoto di lantai 24 Perpusnas RI 

Semua kesan usang saya soal perpustakaan sekarang tumbang saat Kepala Biro Hukum dan Perencanaan Perpustakaan Nasional RI Joko Santoso sampaikan pendekatan prioritas nasional terhadap Perpusnas. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2019 telah tetapkan penguatan literasi untuk kesejahteraan sebagai salahsatu kegiatan prioritas nasional, dan masuk dalam tema RPJMN 2020-2024. Transformasi layanan perpustakaan menjadikan perpustakaan sebagai pusat kegiatan masyarakat dan komunitas.     

“Kami membangun perpustakaan sebagai sebuah ruang publik yang terbuka bagi masyarakat berbagi pengalaman, belajar yang bersifat kontekstual persoalan-persoalan yang ada di masyarakat, dan berlatih keterampilan kerja,” tandasnya dalam Konferensi Pers Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan 2019: Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial Untuk Kesejahteraan masyarakatJakarta (11/3/19).

Hadir juga dalam jumpa pers; Deputi Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas RI Ofy Sofiana, Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional, Dra. Sri Sumekar, M.Si, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bachtiar, dan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Woro Titi Haryanti.

Membuktikan keseriusannya bertransformasi, usulan pagu anggaran RAPBN TA 2019 Perpustakaan Nasional RI sejumlah Rp 730 miliar dan usulan tambahan Rp 60 miliar disetujui Komisi X DPR RI. Komisi X DPR RI juga menyetujui usulan pagu anggaran DAK (Dana Alokasi Khusus) Fisik-Sub Bidang Perpustakaan pada RAPBN TA 2019 bagi revitalisasi perpustakaan umum provinsi, kabupaten/ kota sebesar Rp 300 miliar.

Joko sampaikan, anggaran Perpusnas dinamis dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Meski  tergolong kecil dibanding kementerian dan lembaga lainnya, namun sebesar 60% dari total anggaran Perpusnas dimanfaatkan untuk pengembangan perpustakaan di daerah-daerah seluruh Indonesia.

Adapun realisasi anggaran untuk daerah menggunakan skema dana dekonsetrasi terkait kelimpahan kewenangan pusat ke daerah. Ada banyak sekali kegiatan bersifat bantuan, antara lain; bantuan pengembangan koleksi, mobil perpustakaan keliling. Selain itu, juga ada kegiatan yang diproyeksikan untuk daerah, seperti pendidikan dan pelatihan, pendidikan teknis tenaga pustakawan, dan pengembangan perpustakaan agar ke depan sesuai standar nasional perpustakaan.



Kisah Sukses Dari Perpustakaan  

Berbagai macam kegiatan yang bersifat insentif juga digelar. Misal, dengan melakukan kegiatan menggerakkan masyarakat untuk gemar membaca, perlombaaan perpustakaan terbaik, pustakawan berprestasi, dan lainnya. Jadi sudah berubah ya kini eksistensi perpustakaan. Tak hanya tempat baca dan pinjam buku, perpustakaan juga merupakan wadah kreasi rupa-rupa kegiatan masyarakat.

“Perpustakaan yang semula dari pusat informasi, sekarang kita geser jadi pusat kegiatan masyarakat berbasis pengetahuan. Ini paradigma yang kita usung terus dengan pendekatan literasi untuk kesejahteraan,” imbuh Joko. Inilah salahsatu isu yang akan dibahas dalam Rakornas Perpusnas yang berlangsung pada 14-16 Maret 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta.

Dengan demikian, indikator kinerja perpustakaan tidak lagi hanya soal berapa jumlah buku yang dibaca, tapi juga berapa jumlah kegiatan yang melibatkan masyarakat di perpustakaan. Berapa frekuensi publikasi di media massa dan media sosial terkait aktivitas perpustakaan. Berapa jumlah kerjasama yang dibangun perpustakaan dengan berbagai mitra, baik pemerintah maupun swasta.

Perubahan paradigma ini juga otomatis memengaruhi porsi jenis buku-buku yang tersedia di perpustakaan. Koleksi perpustakaan diarahkan ke genre bacaan yang bersifat how-to, terapan, teknologi tepat guna, dan lebih ke praktek. Dengan begitu, perpustakaan dapat turut andil memberi kontribusi dalam memecahkan problema yang bersifat riil terjadi di masyarakat.

Maka sudah mulai bermunculan kisah-kisah sukses yang berangkat dari perpustakaan. Joko mencontohkan perpustakaan di daerah Jombang, Jawa Timur, di mana ia pernah kunjungi. Di sana ada pelatihan membuat t-shirt dengan disain milenial, pelatihan membordir, dan pelatihan di bidang perikanan. 

Di daerah Kuningan, di satu perpustakaan desa, masyarakat berlatih fotografi dan rekaman video digital hingga membuka usaha bekerjasama dengan kawan-kawan yang dulu pengangguran kini sudah meraih pendapatan. 

Ada juga perpustakaan di daerah Bangka Belitung yang menggelar pengetahuan praktis tentang bagaimana mengemas produk gula berbahan nira, lalu menjualnya di market place. Pelatihan membuka toko online juga diajarkan oleh para pustakawan dan fasilitator.

Di Bali, karena kecelakan kerja, seorang buruh pemecah batu terpaksa tidak bisa melanjutkan mencari nafkah dari profesinya tersebut. Tak putus asa, dia mengikuti pelatihan di perpustakaan dan sekarang memiliki usaha produk wewangian berbahan herbal yang dijual dan dipasarkan hingga ke luar wilayah Bali.

Begitulah. Kini Perpusnas bertransformasi tidak sekadar memiliki gedung yang representatif, fasilitas yang siap digital, dan koleksi bacaan yang lengkap. Perpunas juga trengginas dan sigap menggerakkan perpustakaan di seluruh Indonesia untuk hadir memberi solusi nyata di lingkungan masing-masing. Perpustakaan harus semarak. Perpustakaan juga bertanggungjawab menciptakan manusia yang berkualitas, mandiri, dan berdaya saing di era global nasional yang mandiri dan berdaya saing. 

Lewat inovasinya, Perpustakaan berkomitmen membangun ekosistem masyarakat berpengetahuan (knowledge based society). Tak sempat datang ke perpusnas? Kini kita bisa unduh aplikasi iPusnas di playstore, pinjam dan baca buku bisa lewat ponsel. Ide ini yang kemudian snowballing direplikasi banyak provinsi dan daerah yang membuat apilkasi serupa.  

Untuk itu, sebentar lagi, segenap elemen bangsa akan berkumpul dan urun rembug mengadakan rakornas membahas isu-isu strategis demi pengembangan khazanah kepustakaan. Rakornas Bidang Perpustakaan 2019 menghadirkan narasumber sejumlah menteri di Kabinet Kerja Gotong Royong, antara lain Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Bambang PS Brojonegoro, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, Wakil Ketua Ombudsman Adrianus E. Meliala, Pimpinan Komisi X DPR-RI, Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando, Duta Baca Indonesia Najwa Shihab, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), serta narasumber lain.

Rakornas Bidang Perpustakaan akan dihadiri lebih dari 2.000 peserta dari Dinas Perpustakaan Provinsi/Kabupaten /Kota, Bappeda, Asosiasi Penerbit, Pengusaha Rekaman, Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi, Khusus, dan Sekolah, serta para pustakawan dan pegiat literasi seluruh Indonesia.        

Mengalami Perpusnas di tahun-tahun Salemba, membuat saya ikut bahagia atas pencapaian Perpusnas Medan Merdeka Selatan. Teringat perjuangan berdiri atau melipat lutut menyisir judul buku dari kartu-kartu direktori yang tersimpan di puluhan lajur loker besi memanjang yang berderik bila dibuka. Yang tidak tahan biasanya dia keluarkanlah lajur besi itu dibopong dibawa ke pinggir dan duduk sambil mencari.
  
Dulu saja saya sudah antusias datang ke perpustakaan, apalagi kini dengan segala prasarana dan sarana kualitas teratas. Sebut saja interior khas co-working space, ada main hall dan banyak ruang serbaguna, tersedia ruang pemutaran film, per2aca anak yang menarik, kantin yang luas, musala yang nyaman, dan yang paling penting, apalagi kalau bukan koneksi wifi yang kuat.     

So, pergi ke perpustakaan sekarang sudah menjadi gaya hidup (life style). Buat yang mengaku paling update seputar Ibukota, menurut saya kurang aktual bila belum ke Perpusnas, apalagi di sana sering diadakan event menarik buat perkaya insight kita. Apalagi orang ramai bicara Industry 4.0 dan Society 5.0. Gengsi dong, ah kalo kita kudet. Tunggu siapa lagi? Ketemu di sana saja. Ayo ke Perpusnas!  

Komentar

Artikel Populer

Perbedaan Antara Past Perfect dengan Present Perfect