Featured Post

Di mana Harta Karun Bung Karno?


bedah buku bung karno perpusnas RI

Anggapan adanya harta karun Bung Karno masih menarik dipertanyakan. Hal ini pun  mengemuka pada acara Bedah Buku (Pidato Presiden  Sukarno  Tahun 1966) “Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah (Never Leave History)” yang digelar UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno, Perpusakaan Nasional Republik Indonesia, Merdeka Barat, Jakarta (15/5/19). Mari kita simak apa kata para narasumber.    

Ada di Perut Bumi

Menurut Sejarawan Rushdy Hoesein, perihal harta karun Bung karno sudah sekian lama menjadi konsumsi warganet. Rushdy mengiyakan, Bung Karno memang pernah menyebutkan soal harta karun.

“Saya punya 1001 cerita mengenai ini. Bung karno pernah menyinggung soal harta karun, itu benar. Dalam pernyataannya, harta karun itu masih berada dalam bumi tanah air kita, baik yang di darat maupun di laut, “ungkapnya.

Namun sayang, lanjut Rushdy, seperti yang tertulis dalam sejarah, yang banyak diketahui, bagaimana kondisi ‘harta karun’ yang disebutkan Bung Karno tersebut di zaman orde baru hingga kini. Sedangkan, kalau harta karun yang dimaksud adalah berupa harta benda, itu masih menjadi teka-teki dan perdebatan.

“Kalau harta karun berbentuk uang, dan sebagainya, ini memang masih misteri. Nanti kalau ada orang yang meneliti, kabarnya ada di mana? Jangan-jangan disimpan di dalam tanah dekat rumah beliau. Kita tidak tahu, ya,” beber Rushdy terkekeh.

Dosen program studi Sastra daerah/ Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas  Negeri Sebelas Maret Surakarta, Suyatno, mengajak seluruh hadirin dan peserta untuk sejenak berpikir secara mitos dan logos saat membicarakan harta karun Bung Karno.

“Mari kita berpikir mitos dan logos. Bung Karno punya harta karun itu mitos atau logos? Mitos. Tidak mungkin secara pribadi, Bung Karno punya harta. Yang logis, Bung Karno adalah milik indonesia. Kita bicara Bung karno, tidak bisa lepas dari Indonesia,” tandasnya. 

Bongkar Bung Karno

Senada dengan Rushdy, harta karun yang dimaksud tak lain adalah karunia yang diberikan Yang Maha Kuasa kepada Indonesia baik di bawah maupun di atas bumi. Di sinilah penting pembangunan sumber daya manusia, yang selalu digaungkan Bung Karno, dalam mengelola anugerah Indonesia terutama sumber daya alam. 

Soal sebutan ‘Bung’ yang berarti saudara untuk Sukarno, didapat saat beliau ke Bandung. Sebelumnya, di Surabaya, Sukarno masih dipanggil Kusno. Jika ada permainan kata Bung Karno diplesetkan menjadi bungkar no/ bongkar no mengacu pada penggalian harta karun, begini pendapat Suyatno,     

“Bung Karno yang dibongkar adalah kebobrokan dan kemandekan pikiran orang Indonesia. Ayo kita kembali ke jati diri. Ayo kita menjadi bangsa yang berdaulat. Itu harta karun Sukarno, bukan kita eksplorasi harta benda,” jelasnya.

Bung Karno identik dengan ikhtiar revolusi dan pembangunan karakter bangsa. Wajar jika kedua aspek ini sudah dimulai di investment revolution (1956-1960) sebagi bagian periodesasi revolusi Indonesia, di mana investasi-investasi  sebagai syarat menuju masyarakat sejahtera dengan program pembangunan semesta berencana meliputi investment of human skill, material investment, dan mental investment

Narasumber ketiga, penulis dan peneliti konsisten sosok Bung Karno dan karyanya,  Roso Daras, menyatakan secara singkat dan jelas soal harta karun Bung Karno.

“Harta karun ini memang unik. Saya hanya mengingatkan. Saya punya kenalan dua orang yang mengejar harta karun Bung Karno. Sekarang nasibnya, yang satu gila, gila beneran. Yang satunya lagi, miskin,” ungkapnya. 

Roso menulis buku Aktualisasi Pidato Terakhir Bung Karno Jas Merah, sebagai tawaran bagi para pembaca terutama generasi milenial dalam memahami alam pemikiran Bung Karno.      

Kera Dalam Gelap

Jadi untuk apa sih kita kembali mempelajari sejarah? Bukankah yang berlalu biarkan berlalu. Jangan tengok ke belakang. Move on, jangan malah mundur. Apa maksud Bapak Proklamator ingatkan kita dalam pidato terakhirnya agar camkan “Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”? Kalimat monumental yang populer dengan akronim ‘Jas Merah’ ini merupakan pengayaan dari sitiran Bung Karno terhadap Pidato Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln “One cannot leave history”. Beliau menambahkan dengan “Never leave history”   

Ternyata singkatan ‘Jas Merah’ ini tidak pernah disinggung Bung Karno dalam Pidato Presiden RI 17 Agustus1966. Alih-alih, istilah tersebut merupakan judul yang diberikan Kesatuan Aksi 66 terhadap pidato presiden di hari peringatan 21 Tahun Kemerdekaan RI. 
   
Rushdy punya penafsiran soal ajakan Jas Merah yang sekilas setback namun masih relevan di hari ini. Menurutnya, janganlah kita melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang  lampau berguna sekali kita jadikan kaca benggala masa yang akan datang.

Jangan tinggalkan begitu saja hasil-hasil positif yang sudah dicapai di masa lampau. Sebab, kemajuan yang kita miliki sekarang adalah akumulasi dari hasil perjuangan di masa lampau. Inilah perjuangan generasi terdahulu yang harusnya diesetafetkan kepada generasi zaman now.  

“Ini sebetulnya yang harus kita pahami dan bisa kita lanjutkan untuk disampaikan kepada generasi muda zaman sekarang,” imbuhnya. 

Lebih lanjut disampaikan Bung Karno dalam pidatonya, jika kita meninggalkan sejarah bangsa, itu bagaikan kita berdiri di atas kekosongan dan menjadi bingung, hingga perjuangan yang timbul hanya amuk-amuk belaka, ibarat kera kejepit di dalam gelap.

Bedah Buku (Pidato Bung Karno) “Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah” adalah bagian dari peringatan Ulang Tahun ke-19 Perpustakaan Nasional RI. Bedah buku diselenggarakan di Ruang Teater lantai 2, fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka selatan No. 11, Jakarta.        

Komentar

Artikel Populer

Perbedaan Antara Past Perfect dengan Present Perfect