Konferensi dan pameran transformasi digital terbesar di Indonesia; Digital Transformation Indonesia Conference & Expo (DTI-CX) digelar untuk ketiga kalinya.
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Kota Layak Anak, Kenali Ciri-cirinya
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
Hari ahad datang lagi. Saatnya seharian
menikmati jalan raya bebas mobil lalu lalang(Car Free Day). Di jalan utama depan gerbang komplek kami sudah ada CFD.
Tak perlu lagi ke Senayan atau Bundaran HI. Sayangnya, hari minggu ini tidak digelar.
Ya sudah, terlanjur ke luar rumah, kami balik badan, main di lapangan komplek
saja.
Punya Mobil Tak Mampu Garasi
Namun
apa daya, saya baru ingat, lapangan depan rumah kami sudah disulap jadi lahan
parkir mobil. Lapangan yang awalnya jadi aktivitas Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) makin sempit didesak pantat mobil-mobil warga komplek yang tidak memiliki
garasi. Anak-anak PAUD harus rela hanya belajar di dalam kelas atau bermain
ayunan dan perosotan saja di balik terali besi.
Letak
lapangan lumayan rimbun itu memang strategis, dekat jalan keluar belakang
komplek. Lapangan multifungsi itu biasa jadi tempat remaja latihan beladiri
atau anak-anak main bola. Para lansia juga kerap menggunakannya untuk olahraga
atau sekadar menggerakan anggota tubuh ikuti irama zumba. Namun kini mereka tak bisa lagi leluasa melakukan aktivitasnya di sana.
Ini
mungkin fenomena lazim terjadi di lingkungan pinggir kota yang padat penduduk dan
luas hunian terbatas. Ada warga punya mobil tapi tak mampu bergarasi. Walhasil, daripada parkir mobil depan rumah, langsung saja manfaatkan lahan luas yang ada.
Saking
biasa hal seperti ini terjadi sampai kita tak sadar, tindakan itu ternyata termasuk
pelanggaran hak. Pelanggaran hak terhadap warga yang ingin menggunakan lapangan
untuk kegiatan publik. Bukan hanya itu, lebih spesifik lagi, alihfungsi lapangan
jadi parkiran merupakan pelanggaran atas hak anak, yakni hak bermain dan
berekreasi. Padahal pemenuhan hak anak bukan hal sepele. karena sudah menjadi mandat dari negara. Nah, lho!?
Konvensi Hak Anak PBB
Informasi
tersebut saya dapatkan waktu mengikuti
“Meet up Blogger: Kabupaten/ Kota Layak Anak dalam Parenting” bersama Yayasan
Lentera Anak, Jakarta (16/7/19).
Yayasan Lentera Anak merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang hadir untuk membela hak
anak di Indonesia melalui edukasi, advokasi, pemberdayaan dan studi tentang
anak.
Bersama
rekan-rekan narablog yang biasa menulis tentang serba-serbi pengasuhan, kami
mendapat pencerahan dari Media Relation Officer Lentera Anak, Aska, dan
Advocacy Officer Lentera Anak, Nala. Bahwa upaya pemenuhan hak anak sudah
dirintis secara global sejak lama dan serangkaian update perkembangannya hari ini khususnya di tanah air.
Pada
20 November 1989, negara-negara peserta Konvensi Hak Anak PBB menandatangani
sekaligus mendeklarasikan penghormatan, dan menjamin hak-hak tiap anak tanpa
diskriminasi dalam bentuk apapun.
Berdasarkan
konvensi tersebut, disepakati 10 butir hak anak yang wajib dipenuhi:
1.Hak Bermain
2.Hak Rekreasi
3.Hak Kesamaan/
Kesetaraan
4.Hak Pendidikan
5.Hak Kesehatan
6.Hak
untuk Makan
7.Hak
untuk Berperan dalam Pembangunan
8.Hak
untuk Status Kebangsaan
9.Hak
untuk Mendapatkan Nama
10.Hak
untuk Perlindungan
Tercetuslah
mandat dari Konvensi Hak Anak PBB untuk mewujudkan “Kabupaten/ Kota/ Anak”.
Mandat agar tiap negara mendorong pemerintah daerahuntuk mengupayakan perwujudan dan
perlindungan hak anak melalui kebijakan.
Penghargaan Kota Layak Anak
Kabupaten/
Kota Layak Anak mulai masuk ke Indonesia pada 2006. Kota Layak Anak menjadi
mandat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk
pemerintah daerah menciptakan lingkungan tempat tinggal serta fasilitasyang ramah anak.
Terkait
kebijakan tentang Kabupaten/ Kota Layak Anak, telah diamanahkan Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan
Anak Pasal 21. Dalam UU tersebut termaktub, Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggungjawab untuk
melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraanPerlindungan Anak di daerah yang
diwujudkanmelalui upaya daerah
membangun Kabupaten/ Kota Layak Anak.
Istri
Presiden Amerika Serikat ke-42, Hillary Clinton menulis dalam buku parenting-nya “It Takes a Village”
mengutip peribahasa Afrika “It Takes a Village to Raise a Child”. Bahwa untuk
membesarkan dan mendidik seorang anak saja diperlukan andil orang sekampung. Apalagi
dalam menjalankan ikhtiar luhur mewujudkan Kota Layak Anak yang memiliki tujuan
akhir yaitu Indonesia Layak Anak.
Maka
perlu sinergi lintas sektoral dari organisasi perangkat daerah, segenap elemen
masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pendidikan, Organisasi
Masyarakat Madani, Lembaga Kesejahteraan Sosial, Lembaga Perlindungan Anak,
Dunia Usaha, Media massa, dan tentu saja peran dalam mewujudkanapa yang dicita-citakan bersama sebagai Kota
Layak Anak.
Membuktikan
keseriusan dan komitmen Pemerintah, Kabupaten/ Kota Layak Anak diperingati tiap
tahun melalui penghargaan KLA yang diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Hingga 2018, Kota Layak
Anak sudah dikembangkan di 349 Kabupaten dan Kota di Indonesia. Saat ini sudah ada 117
Kabupaten/ Kota yang meraih penghargaan. Indikator Kota Layak Anak
Adapun kota yang diberikan penghargaan Kabupaten/ Kota Layak Anak adalah kota yang sudah memenuhi indikator-indikator penilaian yang terkoneksi dengan kelembagaan. LIma kelompok dengan masing-masing fokus perlindungan dan pemenuhan hak anak tersebut, antara lain:
Klaster I : Hak Sipil Kebebasan
a.Anak yang diregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran
Akta kelahiran dibuat maksimal 7 hari setelah kelahiran, karena inimerupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi dan menjadi indikator paling penting hingga targetnya harus mencapai 100 %. Akta kelahiran dibuat untuk menghindari dan mencegah kejahatan seperti human trafficking
b.Terlembaganya partisipasi anak
Kalau di pemerintah, biasanya bernama forum anak, dibentuk supaya anak-anak bisa menyuarakan haknya. Acara musrembang, atau musyawarah, di mana mereka menyampaikan curahan dan keluhan.
Klaster II : Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
Balita dan Keluarga
a.Lembaga konsultasi Penyedia Layanan Pengasuhan Anak bagi Orangtua/ Keluarga
b.Persentase Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif (PAUD-HI)
c.Lembaga Pengasuhan Alternatif Terstandarisasi
Anak di lingkungan Sekolah
d.Tersedia Fasilitas Informasi Layak Anak (ILA)
Permasalahan yang timbul biasanya banyak perpustakan anak tapi tidak terverifikasi koleksinya apakah memang bacaan sesuai untuk anak
Anak di lingkungan Sosial
e.Pencegahan Perkawinan Anak
Dalam perlindungan anak, usia minimal yang dianjurkan untuk menikah adalah 21 tahun. Dalam kebijakan sebenarnya sudah ada revisi UU bahwa usia minimal menikah tidak 18 tahun lagi, tapi belum diubah. Permintaan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah usia 21 tahun, karena sesuai dengan kriteria usia dewasa di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Klaster III : KesehatanDasar dan Kesejahteraan
Ibu Hamil dan Bayi (0-24 Bulan)
a.Persalinan di FasilitasPelayanan Kesehatan
b.Status Gizi Balita
c.Cakupan Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA) Usia di bawah 2 Tahun
Anak di Lingkungan sosial
d.Tersedia Kawasan Tanpa Rokok dan Tidak Ada iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok
Ada 7 lokasi kawasan tanpa rokok yaitu tempat ibadah,tempat umum, sekolah, kesehatan, pendidikan, taman, kantor.
FasilitasLayak Anak
e.Tersedia Infrastruktur Publik Ramah Anak (Ruang Bermain Anak dan Rute Aman Sekolah)
f.Fasilitas Kesehatan dengan Pelayanan Ramah Anak
g.Rumah Tangga dengan Akses Air Minum dan Sanitasi yang Layak
h.Tersedia kawasan Tanpa Rokok dan Tidak Ada Iklan, Promosi, dan sponsor Rokok
Klaster IV : Pendidikan, Pemafaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya
Anak di Lingkungan Sekolah
a.Sekolah Ramah Anak (SRA)
b.Wajib belajar 12 Tahun
Fasilitas Layak Anak
c.Fasilitas untuk Kegiatan Budaya Kreativitas, dan Rekreatif yang Ramah Anak
Klaster V : Perlindungan Khusus
Perlindungan Khusus Anak
Ke mana melaporkan jika terjadi masalah anak? Biasanya kita sudah menyimpan nomor-nomor darurat yang bisa dihubungi, seperti Kepolisian, dan KPAI. Itu hal paling pertama dilakukan ketika menemukan eksploitasi atau kekerasan terhadap anak. Selain itu, sebenarnya kita bisa menghubungi Pusat PelayananTerpadu, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), di daerah masing-masing. Berikut layanan-layanan yang diberikan:
a.Anak Korban kekerasan dan Penelantaran yang Terlayani
b.Anak yang Dibebaskan dari Pekerja Anak
c.Anak Korban Pornografi, NAPZA, dan HIV Aids yang Terlayani
d.Anak Korban Bencana dan Konflik yang Terlayani
e.Anak Penyandang Disabilitas, Minoritas, dan Terisolasi yang Terlayani
f.Anak Berhadapan dengan Hukum yang Terselesaikan
g.Anak Korban Jaringan Terorisme yang Terlayani
h.Anak Korban Stigmatisasi Akibat Kondisi Orang Tua
Performa dari serangkaian indikator di atas menjadi kriteria dalam pemberian poin penilaian, dengan tingkatan masing-masing penghargaan, menuju Kabupaten/ Kota Layak Anak. Berikut peringkatannya:
(KLA) Kab/ Kota Layak Anak – total nilai: 901 -1000
Hingga saat ini belum ada Kabupaten/ Kota yang mencapai peringkat KLA*
UTAMA – total nilai: 801 – 900
Peringkat Utama diraih kota Surabaya dan Surakarta*
NINDYA – total nilai: 701-800
Sebanyak 11 kabupaten/ kota berhasil mencapai peringkat Nindya*
MADYA – total nilai: 601- 700
Ada 51 Kabupaten/ Kota yang memperoleh peringkat Madya*
PRATAMA – total nilai: 501 -600
Sebanyak 113 Kabupaten/ Kota meraih peringkat Pratama* (*sumber: idntimes.com 24 Juli 2018)
Prestasi Kota Jakarta Mari kita tengok capaian prestasi ibukota kita yang diraih dalam dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2018. Melansir situs berita jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meraih 10 penghargaan Kota Layak Anak dalam peringatan Hari Anak
Nasional (HAN) 2018. Sedang untuk
tingkat provinsi, DKI meraih dua penghargaan, antara lain sebagai pengembangan
penggerak kabupaten/ kota layak anak dan sebagai Inisiator Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) P2TP2A.
Untuk tingkat kota, penghargaan sebagai Kota Ramah Anak tingkat Madya diraih
Pemkot Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Sedangkan untuk tingkat Pratama direbut Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Kabupaten Kepulauan Seribu.
Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Sudin Dukcapil) Jakarta Barat meraih penghargaan pelayanan akte kelahiran
tingkat Madya. Sementara untuk kategori Sekolah Ramah Anak diraih Sekolah
Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 Jakarta Selatan. Seperti diketahui, belum ada satupun Kabupaten/ Kota yang menduduki posisi Kota Layak Anak. Hal ini menjadi lecut semangat kita untuk makin berbenah tiap waktu. Teringat kita akan pesan seorang penyair masyur Khalil Gibran, Anakmu bukan milikmu, adalah tugas bersama kita menjalankan ikhtiar mulia ini guna memberikan yang terbaik untuk generasi penerus bangsa.
Berikut kami sajikan perbedaan antara kalimat bentuk Past Perfect dengan Present Perfect. Kami juga masukkan perbedaan antara Present Perfect Continuous Tense dengan Past Perfect Continuous Tense. Sebagian bahan kami sarikan dari buku Practical English Grammar (AJ Thompson & AV Martinet ). Semoga berfaedah untuk mempelajari bahasa Inggris.
Islam adalah rahmatan lil ‘alamin; membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta. Maka, ekonomi syariah tidak hanya untuk umat Islam semata. Ia juga membuka peluang kerjasama dengan umat agama lain.
Berikut kami jelaskan perbedaan antara kalimat bentuk present perfect tense dengan simple past tense. Kami juga masukkan alur waktu past perfect tense dan present perfect tense. sebagian bahan kami sarikan dari buku Practical English Grammar (AJ Thompson & AV Martinet ). Semoga berguna dalam memahami bahasa Inggris.
Komentar
Posting Komentar