Puisi yang bagus adalah puisi yang kaya
makna, dan bisa diinterpretasikan dari berbagai sudut
pandang. Puisi itu multitafsir, dan hanya si empunya yang tahu artinya sebenarnya.
Penikmat sejati puisi tergelitik untuk cari tahu makna yang terkandung di tiap
karya. Inilah keasyikan dalam membaca puisi.
Ruang Bagi Pembaca
Tiap
pembaca kritis akan senang hati distimulan, kalau tidak ingin mengatakan
dituntut, untuk mampu menafsirkan maksud si penulis. Karena
akan aneh bila tiap penyair harus menyampaikan makna yang tersurat dari
karyanya. Apa bedanya dengan informasi layanan masyarakat. Apalagi kita sama tahu
bahwa puisi yang menarik adalah puisi yang memiliki pesan secara tersirat.
Betulkah
harus selalu demikian? Menurut penulis buku ‘Tidak ada New York hari ini’ Aan Mansyur,
tiap penulis memang ingin menyampaikan sesuatu kepada pembacanya. Dilihat dari bentuk puisi serta penggalan kata dan kalimat
saja sudah menunjukkan ada maksud yang ingin disampaikan.
Maka
tidak adil jika ada penulis yang berkata puisi
saya tergantung interpretasi masing-masing pembaca saja. itu termasuk
kemalasan seorang penulis, sebut Aan. Tiap
karya pasti punya makna sesungguhnya, apalagi ada aspek lain yang lebih esensial.
“Tapi
tidak kemudian jadi lebih penting gagasan yang ingin saya sampaikan dibanding apakah
di puisi itu saya memberi ruang untuk pembaca menemukan apa yang mereka cari,”
ungkapnya dalam Gramedia Writers and Readers Forum 2019 “A Poem That Will Speak to Your Soul”, Perpustakaan Nasional RI,
Jakarta, Ahad, 4 Agustus 2019.
Hal penting
yang ingin dicapai penulis bukan hanya si pembaca paham arti karyanya. Aan
selalu menggambarkan puisi adalah sebuah rumah di mana para pembaca dieprsilahkan
masuk dan melihat tiap ruangan. Ada sesuatu ketika kita memasuki puisi lebih
dalam, di mana terbuka ruang untuk kita menemukan jawaban.
Maka
silahkan temukan jawaban untukmu, karena menulis puisi bukan wahana bermain
teka-teki antara penulis dan pembaca.
“Saya
menulis puisi bukan sedang memberi teka-teki. Kalau pembacaku tidak tahu jawabannya,
berarti saya menang,” tandas pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan.
Meski
bisa menjadi upaya mencari jawaban, puisi bagi Aan hadir bukan ingin meringkus
dunia menjadi jawaban. Karena dunia terlalu besar untuk dimasukkan dalam
beberapa deret kata. Puisi mungkin adalah celah-celah kecil untuk kita bisa keluar
atau kepingan pertanyaan untuk kita rangkai pasangannya dari sumber lain.
Ada
ruang dan jalan yang dibuka oleh bahasa yang dipilih dalam puisi untuk nanti kita menemukan sesuatu. Apa yang ditemukan itu tidak harus melulu soal makna, atau pesan. Pengalaman membaca saya dan anda boleh jadi berbeda, meski
sedang membaca sebuah puisi yang sama. Kepentingan pembaca tidak harus selalu mengenai pencarian jawaban. Bisa jadi
dari puisi kita menemukan semacam inspirasi, cara pandang, tanda, gagasan,
hingga motivasi.
Penulis
puisi Adimas Imanuell, dalam sesi yang sama, sebutkan menulis puisi adalah soal memilih kemungkinan kata-kata
yang mewakili perasaan hati. Maka puisi yang berkesan personal selalu memikat
pembaca. Dia meyakini tiap orang punya sejarah dan keterkaitan dengan kata-kata
tertentu. Maka ketika kata-kata tersebut dirangkai menjadi puisi, ada momen
istimewa yang melambung ketika menemukannya.
Penulis
kelahiran Solo Jawa Tengah ini menyontohkan kata ‘pintu’, misalnya. Bagi sebagian
mungkin kata yang biasa saja, karena tidak punya relasi dengan pintu. Tapi bisa
saja sebagian teman mungkin teringat almarhum ayah ketika membaca kata ‘pintu’.
Ayahnya dulu tukang kayu yang spesialisasinya membuat pintu.
Sepakat
dengan Aan, Adimas percaya kemenangan sebuah puisi adalah ketika pembaca itu mendapatkan
idenya di puisi yang ditulis entah oleh siapa yang tidak pernah kenal
sebelumnya.
“Saya
senang ketika pembaca bilang mas, terima kasih ya. Saya tidak tahu mas siapa, tapi
saya bisa merasakan dan baca diri saya. Saya merasa tugas saya selesai. Saya hanya medium, kalian yang
mendapatkan diri kalian sendiri di puisi tersebut,” pungkas penulis kumpulan
puisi ‘Karena Cinta Kuat Seperti Maut’.
Gramedia Writers and Readers Forum 2019 di hari ketiga menampilkan pemateri yang dibagi menjadi tiga waktu yakni pagi, siang, dan sore hari dengan masing-masing berisi tiga sesi yang digelar secara paralel. Emte, Lala Bohang, dan Citra Marina membawa tema "Illustration: The Soul of Book". Sapardi Djoko Damono dan Yudhistira Massardi membawa materi "Antara Puisi dan Prosa". Valeria Patkar dan Angga dengan tema "Promote Your Love Story".
Ahmad Fuadi membawakan tema "Faith That Leads". Rintik Sedu membagikan tips "Berteman Lewat Cerita". Sindhunata dan Andi Tarigan membahas tema "Cerita Tentang Keadilan". Henny Triskadekaman, dan Rieke Saraswati mengangkat tema "Perempuan, Matematika, dan Sastra". Pasangan musisi muda Ayu dan Ditto mengisahkan "Travelove Life".
Komentar
Posting Komentar