Bicara sepatu kets, kita langsung ingat
Converse, Nike, atau Adidas. Jenama asal luar negeri ini melekat di benak kita
sudah sejak lama. Sehingga nama-nama inilah yang pertama kali menyembul di
kepala ketika bahas alas kaki berkualitas tinggi.
Empat Ratus Ribu Jadi Empat Juta
Tapi tahukah rekan pembaca, kini makin
banyak anak muda gandrung sepatu merek lokal? Jadi kalau ngobrol sneaker paten,
generasi milenial juga tak lupa sebutkan satu nama yakni Compass. Compass
adalah sebuah brand lokal yang membuat sepatu vulkanisir sejak
1998. Rentang harga sepatu mulai dari Rp 278.000 hingga Rp 508.000. Harga yang
terjangkau dibanding harga sepatu sejenis bermerek asal negeri
Paman Sam.
Yang menarik ialah eksistensi sepatu
Compass mencapai puncak seiring terus meningkat permintaan. Reseller berlomba-lomba
dapatkan Compass, karena sudah jaminan sepatu laris terjual habis. Menjelang
buka, konsumen sudah antre mengular di depan toko di mana Compass umumkan
produksi baru. Jumlah pembelian pun dibatasi, satu orang hanya boleh membeli
sepasang sepatu di hari yang sama.
Sneaker Youtuber Anugrah Aditya tuturkan fenomena ini lebih lanjut. Hype terjadi
karena produsen asal Bandung itu adalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Jumlah produksi jauh di bawah angka permintaan pasar. Compass hanya
mampu produksi 3.000 pasang sepatu per bulan. Sedangkan permintaan mencapai
21.000 per bulan.
Compass juga menggelar penjualan secara raffle atau diundi
demi memenuhi permintaan konsumen. Tapi apa daya yang ikut undian mencapai
4 ribu orang, sedangkan sepatu yang tersedia hanya 180 pasang.
Tak heran bila keberadaan sepatu jadi limited hingga hampir
mustahil ditemukan di produsen langsung apalagi reseller. Mengendus
peluang, banyak pembeli yang berhasil mendapatkan sepatu Compass menjualnya
lagi dengan harga yang lumayan fantastis.
“Ada momen di mana sepatu Compass seharga 400 ribuan laku dijual dengan harga
hampir 4 juta rupiah,” sebut Aditya dalam obrolan How To Monetize The
Hype, DCODE “Age of Pridea Fest 2019”, Ahad 6 Oktober 2019, Jakarta
Convention Center.
Menurut pemilik kanal Adityalogy, hal ini menunjukkan orang Indonesia
sebenarnya memiliki nasionalitas yang tinggi dalam mendukung produk lokal. Hype
yang sekaligus menggelorakan gairah optimistis kita akan
keberadaan brand lokal yang bersandingan dengan Yeezy atau Air
Jordan.
Di samping itu, Aditya menganggap sepatu Compass juga memiliki strategi
pemasaran yang efektif, narasi yang tepat, dan konten instagram yang
bagus. Menggapai anak zaman now lebih akrab lewat komunikasi bahasa
visual. Compass identik dengan nuansa vintage, terutama nostalgia masa keemasan
sepatu kanvas.
Tapi Compass sudah sejak akhir 90-an eksis, kenapa baru sekarang hype-nya?
Untuk soal ini Aditya punya teori tersendiri. Para peminat sneakers sudah
sampai pada titik jenuh terhadap kehadiran model-model sepatu kets luar negeri.
Indonesia juga sedang menapaki semangat kebanggaan menggunakan produk lokal.
Apalagi pemerintah sedang giat menggerakkan industri ekonomi kreatif. Belum
lagi menyebut idealisme si pemilik Compass, Aji Handoko.
“Orang-orang Singapura yang bikin acara sneaker, ingin banget
sepatu Compass ada di event mereka. Aji tidak mau. Gue
pengen nguatin roots di Jakarta. Gokil, man. Makin pengen orang
ke sini. Itu baru satu brand,” ungkap Aditya.
Youtuber “Berapa Harga Outfit Lo” Yoshi Setyawan ceritakan pengalaman berburu
Compass yang jarang membuat sepatu dengan ukuran kakinya. Ukuran sepatu Compass
biasanya antara 41, 42, dan 43. Sedangkan ukuran kaki Yoshi adalah 45. Dia rela
merogoh kocek dengan jumlah rupiah besar demi mendapatkan sepatu lokal
idaman.
“Gua pernah ngeluarin uang 1,7 juta untuk sepasang sepatu
Compass kolaborasi dengan Bryan Notodiharjo. Enggak rugi, karena gua beli
sepatu Nike 2 juta, kenapa untuk brand lokal enggak begitu
juga,” sebutnya.
Makin bangga lagi ketika pemilik kanal
Yoshiolo ini memperoleh informasi dari pelaku industri brand lokal. Menurut
penuturan mereka, perkembangan brand lokal yang disambut
konsumen dalam negeri ini turut menekan keberadaaan produsen-produsen sepatu
palsu atau KW.
Selain mengikuti diskusi seru seputar dinamika konten kreatif, penulis juga
sempat mengikuti Sneaker Custom workshop bersama Bernhard Suryaningrat dari
Never Too Lavish. Seniman di balik desain jaket denim yang dipakai Presiden
Joko Widodo ini membagikan tips dasar seputar memadukan warna dan mengukir kuas
di atas kanvas sepatu. Yang paling menyenangkan, para peserta boleh membawa
pulang sepatu yang sudah dijadikan eksperimen berkesenian itu.
Komentar
Posting Komentar