Di tengah kekhawatiran warga keluar
rumah akibat ancaman virus corona, saya beranjak menuju Toko Gramedia Matraman. Bukan jumawa, tapi wujud terapan doa dan ikhtiar yang berpadu dalam niat
luhur yakni perjalanan menuntut ilmu. Semoga kita semua baik-baik saja.
Buku Pengembangan Diri
Hari
itu saya mengikuti gelaran bertajuk Mari
Bincang Buku “Life’s Good” pada Sabtu 14 Maret 2020, Gramedia Matraman, Jakarta.
Sampai di pintu masuk, kami langsung disambut petugas yang mengecek suhu tubuh dan
mempersilakan kami memanfaatkan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) untuk kelengkapan ikhtiar. Selanjutnya bersegera
saya naik ke lantai 2 menuju kafe Cofi di mana acara meet up para penggila buku berlangsung.
Beberapa
agenda acara yang menarik antusiasme, di antaranya, rahasia mengulas buku secara
memikat yang diunggah ke media sosial Instagram. Ada tips review
buku ala bookstagramer, istilah bagi
para akun instagram yang konsisten posting
konten-konten book review. Hadir pembicara
Wildan Mustofa, pemilik akun instagram: welldonemusthofa, yang membeberkan serba-serbi
kegiatan menampilkan lini masa bertaburan buku dengan tampilan estetis dan ciamik.
Ada sesi
dari pihak Gramedia yang menginformasikan buku-buku yang bakal dirilis dalam
waktu dekat ini. Menyebut beberapa, segera terbit edisi bahasa Indonesia dari The Rational Optimist: How Prosperity
Evolves karya Matt Ridley, Maybe You
Should Talk to Someone ditulis terapis Lori Gottlieb, dan karya anyar motivator
beken Simon Sinek: The Infinite Game, serta
beberapa buku motivasi dari tokoh terkenal dalam negeri. Wow, banyak buku pengembangan diri dan bisnis yang akan rilis dari
penerbit Gramedia.
Pemilihan
buku genre self-improvement, dan
bisnis yang banyak menghias rak toko buku Gramedia, bukan tanpa sebab. Jenis bacaan
yang kerap bertengger di bagian best
seller ini juga menarik perhatian anak-anak milenial. Gairah membaca dari generasi
yang mendominasi di segi jumlah ini sedang meningkat. Tampak dari kepiawaian
mereka mengolah feed instagram yang
marak soal kegiatan baca buku. Yes, baca buku jadi gaya hidup generasi yang
identik dengan pencarian jati diri, moody
dengan emosi naik-turun menyikapi dinamika kehidupan.
Namun
buku pengembangan diri bukan favorit adik dan keponakan kita semata. Orang dewasa
juga masih butuh di-boost dengan literasi
sebagai sistem pendukung peningkatan kapasitas diri. Tantangan yang makin kompleks
membuat kehadiran buku motivasi selalu relevan menyumbang nutrisi dalam perjalanan
keseharian semua orang.
Pola Hidup Minimalis
Menarik
bagaimana tren buku motivasi juga mengarah kepada pola hidup sederhana. Hidup sudah
penuh tantangan, baiknya kita tidak menambah beban dengan kebiasan menuruti kemauan
ketimbang prioritaskan kebutuhan. Gramedia menerbitkan good by things, hidup minimalis ala orang Jepang (Fumio Sasaki), dan
Seni Membuat Hidup Jadi Lebih Ringan (Francine Jay).
Editor Gramedia Pustaka Utama, Igo, mengatakan, pola hidup sederhana tidak sebatas hal
yang bersifat material, tapi juga menyentuh mindset
atau pola pikir.
“Gaya
hidup minimalis tidak selalu soal barang, tapi juga pikiran-pikiran yang tidak produktif.
Kebiasan over-thinking, kecenderungan
sulit menerima diri, kebiasan berpikiran negatif, bisa kita lawan dengan buku pengembangan
diri,” sebut Igo.
Gramedia
punya koleksi lengkap perihal pandangan hidup “minimalis” ini, di antaranya; Beresin Dulu Hidupmu!: Ubah Pikiran Negatif
Jadi Tindakan Positif (Gary John Bishop), Jangan Membuat Masalah Kecil Menjadi Masalah Besar (Richard Carlson), Tak Masalah Jadi Orang Introvert (Sylvia
Loehken), Seni Hidup Bersahaja (Shunmyō Masuno), Tak Mungkin Membuat Semua Orang Senang (Jeong Moon Jeong), Kunci Berpikir Positif Ala Napoleon Hill
(Napoleon
Hill dan Michael J. Ritt, Jr), berani tidak
disukai (Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga), dan Kunci Kebahagian (Meik Wiking).
Bagian
yang seru dan pertamakali saya ikuti adalah sesi adu buku (bookbattle). Seberapa gregetnya anda mampu sampaikan kepada
khalayak tentang buku yang anda baca? Jadilah masing-masing peserta saling berkompetisi
dalam menyajikan insight menarik yang
memenangkan pensaran para hadirin ingin juga membaca buku-buku yang direkomendasikan
tersebut. Ada presentasi untuk buku Masih
Belajar (Iman Usman), Outliers (Malcolm
Gladwell), Imperfect (Meira
Anastasia), Going Offline (Desi Anwar), dan lainnya. Suatu
tradisi intelektual yang seru dan mencerahkan.
Siapa sangka baca buku bisa dielaborasi
lebih lanjut menjadi permainan yang meluaskan wawasan dan cakrawala. Hal
ini berkautpaut dengan tujuan kegiatan bincang buku bareng Gramedia. Seperti yang diutarakan Igo, bincang buku adalah ajang
berbagi cahaya untuk saling menerangi jalan kehidupan yang lebih bermakna. Igo lantas
mengutip penggalan lirik lagu Leonard Cohen; There is a crack in everything. That's how the light gets in. Manusia tidak sempurna, tapi justru dari ketidaksempurnaan itu tersimpan hikmah. Yang retak memang tampak tak elok, tapi dari celah retak itu masuknya cahaya.
“Sore
ini kita biarkan cahaya masuk, cahaya perbendaharaan yang kita baca. Ketidaksempurnaan,
kesulitan, tapi kita tidak menyerah, terus berpikir positif. Itu perspektif yang kita tawarkan dalam acara
ini,” pungkasnya.
Bincang
buku dengan tema self-improvement jadi
makin penting di tengah kondisi pandemi virus corona yang mengintai tanah air. Bertambahnya korban yang berujung kecenderungan global, mengetarkan rakyat Indonesia yang mendesak pemerintah agar juga memberlakukan lockdown (karantina) demi memutus rantai
penyebaran virus.
Pada akhirnya manusia harus berserah diri kepada Yang Maha
Kuasa terhadap hal yang berada di luar kendalinya. Namun, sejatinya, iman mesti harmonis
dengan rasionalitas. Kita berserah dengan tetap berusaha melakukan serangkaian pencegahan, dan
penanganan sebagai daya upaya kolektif dari warga bangsa dan negara.