Usai menunaikan salat magrib, saya berkemas, dan beranjak pulang menuju halte transjakarta. Semua berjalan seperti biasa, sampai sesuatu yang tidak biasa tetiba membeban di kepala, dan memberat di dada.
Old
Man Logan
Saya berjalan terhuyung
menaiki anak tangga. Berputar pemandangan
di sekeliling, ditingkah riuh kendaraan pengang menelusup telinga. Setelah
menuruni anak tangga terakhir, saya berhenti sejenak, bertanya-tanya di benak, duh, jangan-jangan. Namun bersikukuh menyongsong gerbang. Uniknya,
saya lolos cek suhu tubuh oleh petugas halte, dan diizinkan tap in membuka gate.
Keluhan bertambah di dalam
halte. Kini perut terasa mual, sebah, dan bersendawa. Seperti ada sesuatu yang
memanjat-manjat ingin menyeruak dari kerongkongan. Bus datang mengiring gejala
dengan derit resah pintu otomatis dibuka. Susah payah melangkah masuk. Petugas mengenali,
dan berpesan lebih ekstra lagi, ‘hati-hati
melangkah, pak’. Pria paruh baya ini makin merasa ringkih. Old man Logan limbung masuk dan menggapai
apa saja yang paling dekat untuk bertumpu.
Suasana di pusat layanan transportasi publik tidak lagi sama, sejak dunia didatangi pandemi C0v1d-i9. Protokol kesehatan dijalankan dan semua pihak harus mematuhi tanpa kecuali. Berpasang-pasang mata yang bersembunyi di balik masker. Mungkin saling berprasangka, bisa jadi di antara kita adalah pembawa virus atau sedang masa inkubasi. Semua berjaga jarak, dan khawatir tiap kali berpegangan atau berkontak dengan benda di dalam bus maupun halte, dan kerap membalur hand sanitizer di sekujur telapak tangan. Beberapa halte menyediakan wastafel dan sabun cair.
Penerapan jarak fisik akibat
pandemi membuat bangku bus makin sulit didapat. Jadilah kami cuma memandang kursi-kursi
bertempel X merah, bersandar di pinggiran
penyambung bus hingga tiba di halte transit. Meniti koridor mengular dengan
keliyengan dan sebah demi mencapai halte terakhir itu tantangan tersendiri.
Sambil tak henti merapal doa minta ampun, saya berhasil menyelesaikan lap. Puji
syukur saya dapat duduk sampai terlelap hingga terkesiap ketika mendekat halte
tujuan.
Sampai di rumah, istri
memberikan pertolongan pertama, menyeka keringat yang deras mengucur,
meminumkan air hangat, dan memberikan obat peringan keluhan perut kembung. Saya
merasa baikan dan sukses beristirahat meski masih merasakan berat di dada. Kekhawatiran kembali menghantui, menyusul seringnya saya keluar rumah di tengah musim pandemi. Meski menjalankan protokol kesehatan standar, tetap saja terbesit kecemasan.
Sebelum tidur, saya berjanji, besok akan memeriksakan diri ke dokter. Saya
tidak pernah merasakan kondisi seperti ini sebelumnya. Saya selalu merasa
paling bugar karena biasa berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum. Apa
mungkin mulai rapuh memasuki kepala empat? Entah. Saya menyesal, belakangan ini jarang berolahraga.
Layanan Rapid Test C0v1d-i9
Paginya, saya hampir melupakan
niat semalam, lantaran atasan menelfon dan mengintruksikan kehadiran segera di
pukul 9 pagi di kantor. Alamat tidak sempat ke mana-mana selain berkutat dengan
tugas yang harus selesai di hari itu juga. Padahal saya mau ke praktik dokter langganan istri. Saya ingin segera tahu, gerangan apa yang
mendera saya semalam. Tapi apa daya, selanjutnya saya tenggelam lagi di
kesibukan olah arsip dan dokumen hingga tiba waktu makan siang.
Tugas pagi
tadi sudah selesai. Namun, pak bos bisa mendadak menugaskan lagi, dan
saya harus selalu berada di pantauannya. Mau minta izin pergi ke dokter, kok ya
sungkan. Apalagi di luar sana matahari sedang terik-teriknya. Biasa nyaman dalam
ruangan berpendingin, saya seperti makhluk nocturnal
yang menderita bila seketika tersorot siang. Apalagi keresahan di tengah
pandemi membuat saya berpikir dua kali kalau harus pergi ke pusat publik.
Jadi bagaimana cara bertemu dokter tanpa harus bertemu dengannya. Di zaman now, di mana hampir seluruh sendi
aktivitas dapat dilakukan secara online,
keperluan tersebut harusnya dapat diatasi. Seorang kawan merekomendasikan
sebuah aplikasi layanan kesehatan. App yang memungkinkan pengguna memperoleh layanan di klinik atau rumah sakit dengan lebih mudah tanpa harus datang
ke sana.
Halodoc, nama aplikasinya. Saya
pun meng-instal-nya. Terdapat beragam
menu di beranda app yang berdominasi
warna merah muda itu.Tersedia fitur Tes C0v1d-i9, Chat dengan dokter, Beli
obat, Buat janji RS, Kesehatan Jiwa, Periksa C0v1d-i9, Pengingat Obat, dan
Kalkulator BMI (Body Mass Index).
Merespon kebutuhan
masyarakat akan layanan pencegahan dan penanggulangan pandemi, Halodoc
menyediakan fitur Divisi Pencegahan C0ron2, Rujukan Positif C0v1d-i9, Rapid Test,
, dan PCR Swab Test. Terdapat berbagai pilihan lokasi
rumah sakit terdekat terutama Rapid Test di Jakarta , di mana kita dapat buat janji secara lebih mudah dan
nyaman.
Pengguna bisa memilih paket Tes C0v1d-i9 dengan harga bervariasi, antara lain; Rapid Test (295 K), Rapid Test (750 K), Paket Combat (450 K), Paket Fight (800 K), Paket Home Care Combat (850 K), Paket Home Care Fight (1.200.000), Pemeriksaan PCR (2.500.000), Drive Thru PCR Swab Test (2.000.000), Paket Gold Rapid Test (1.600.000), paket Platinum Rapid Test (1.900.000), dll.
Scroll ke atas lagi, kita mendapati beberapa penawaran
menarik, antara lain: Paket Hemat 40% Konsultasi Online Dengan Dokter
Terpercaya, harga hemat untuk pembelian Masker Non Medis Anti Microbial &
Anti Air, dan menu pintas Buat Janji Tes C0v1d-i9 di rumah sakit terdekat
sesuai GPS pengguna aplikasi. Sapu lagi ke atas, tersedia berbagai artikel
menarik seputar tips kesehatan.
Di fitur ‘Buat Janji Kunjungan ke Rumah Sakit’, tersedia pilihan layanan Dokter Umum, Dokter Gigi, Spesialis Akupuntur, Psikolog Klinis, Spesialis Kebidanan Kandungan, Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan, Penyakit Mulut, Spesialis Kedokteran Jiwa atau Psikiatri, Spesialis Hemodialisa, Spesialis Kedokteran Gigi Anak, Bedah Digestif, beragam Spesialis Penyakit Dalam serta spesialis lainnya. Bertemu dokter jadi lebih mudah dan nyaman karena kita bisa mengecek availability lebih dahulu.
Periksa
Ke Dokter via Live Chat
Mata saya tertuju ke fitur
Chat dengan dokter. Ini dia yang aku butuhkan. Saya tap menu dan menemukan deretan profil dokter lengkap dengan
informasi kompetensi yakni alumni
universitas, tempat praktek, nomor STR, pengalaman, dan rating pengguna. Semua
dokter merupakan approved partner dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Nah,
yang ini bagian menariknya, Halodoc sedang ada promo: diskondokter. Kita boleh
berkonsultasi gratis selama sekitar 20 menit lewat live chat. Pucuk di cinta, ulam tiba.
Saya memilih dokter dan
langsung chat menumpahkan semua seperti seorang yang bertemu kawan lama dan
mencurahkan segenap isi hati. Konsultasi virtual berjalan cukup responsif. Tips
saya, upayakan anda memberikan informasi serinci mungkin agar balasan chat bisa
efektif dan efisien. Dokter memberikan resep digital yang bisa diunduh atau dilampirkan di menu keranjang
belanja/ tebus obat.
Aplikasi Halodoc bersifat one
stop service yang lengkap. Jadi
ketika kita sudah selesai konsultasi virtual dan mendapat resep, pengguna dapat
tap ‘cek harga’ untuk Halodoc carikan
secara otomatis apotik terdekat yang menyediakan obat yang dibutuhkan. Pilih
metode pembayaran, tersedia dompet Halodoc (top
up), gopay, dan kartu kredit/ kartu kredit lalu selesaikan tarsnaksi
pembayaran. Just sit back and relax,
obat segera diantarkan ke rumah.
Oh iya, saya mendapatkan catatan dari dokter
bahwa symtomps: nyeri perut, mual, riwayat telat makan, possible diagnosis:
dyspepsia, dan advice: perbaiki pola makan. Dokter juga mengingatkan saya
mengurangi kopi dan mengonsumsi makanan pedas dan asam, karena dapat
memperparah kondisi peningkatan asa lambung. Aih, senangnya mendapat perhatian
meski konsul tanpa tatap muka. Betapa mudahnya kini menjaga kesehatan di era
disrupsi.